Muhammad Aliyyudin, Teliti Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara di Indonesia Periode 2011-2016

Sukuk seringkali disebut sebagai obligasi syariah atau Islamic bond. DSN-MUI mendefinisikan obligasi syariah sebagai: “suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo”
Sukuk negara atau dalam bahasa Undang – undang disebut sebagai Surat Berharga Syariah Negara (2008) pertama kali diterbitkan pada tahun 2008. Setiap tahunnya, pertumbuhan sukuk negara terus mengalami peningkatan. Namun demikian, sampai Mei 2018, market share sukuk negara hanya sebesar 15,76%, masih jauh dari Malaysia sebagai penerbit sukuk terbesar di dunia. Dengan potensi dan kondisi yang ada, sebenarnya Indonesia dapat menyusul Malaysia.
Hal inilah yang mendorong Muhammad Aliyyudin sebagai mahasiswa Magister Ilmu Ekonomi FEB Unpad menyusun Tesis, untuk mengurai rendahnya penerbitan sukuk di Indonesia, menganalisis seberapa jauh dan seberapa kuat hubungan antara sukuk dengan variabel lain. Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel makroekonomi, nilai emisi obligasi dan DPK Perbankan Syariah, Country Credit Rating (CCR) dengan penerbitan sukuk di Indonesia.
Dalam sidang Tesis yang digelar pada tanggal 26 Juli 2019, Muhammad Aliyyudin berhasil mempertahankan Tesisnya dengan memperoleh yudisium Sangat Memuaskan.
Dengan menggunakan metode Vector Autoregression (VAR), Muhammad Aliyyudin tidak hanya ingin menganalisis variabel apa saja yang mempengaruhi perkembangan sukuk, tetapi juga seberapa besar pengaruh sukuk terhadap variabel lain khususnya variabel makroekonomi.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa permasalahan penerbitan sukuk di Indonesia, diantaranya dilihat dari edukasi, mekanisme, dan karakteristik sukuk itu sendiri. Dilihat dari edukasi, berdasarkan survey yang dilaksanakan oleh OJK pada tahun 2014 menunjukan bahwa tingkat literasi masyarakat Indonesia terhadap pasar modal termasuk didalamnya sukuk negara masih sangat rendah. Kemudian jika dilihat dari mekanisme penerbitannya, regulasi yang diterbitkan oleh pemerintah masih sangat terbatas. Selanjutnya, jika dilihat dari karakteristik sukuk negara itu sendiri, beberapa akad seperti misalnya skema ijarah sale and lease back banyak dikritik karena tidak sesuai dengan prinsip syariah.
Jika dilihat dari komposisi kepemilikan sukuk negara, pihak yang paling banyak memegang sukuk negara bukanlah dari pihak perseorangan, melainkan lembaga – lembaga keuangan yang terbagi menjadi korporasi, reksadana, asuransi, dana pensiun dan lain sebagainya. Berdasarkan pengujian granger causality test, diketahui bahwa tidak terdapat hubungan kausalitas antara variabel SBSN dengan variabel lainnya, hanya terdapat hubungan satu arah yakni JUB dan DPK Perbankan Syariah memengaruhi SBSN. Hal ini dapat mengindikasikan masih rendahnya penerbitan sukuk negara di Indonesia serta rendah pula multiplier effect sukuk negara terhadap perekonomian Indonesia.
Berdasarkan pengujian IRF diketahui bahwa SBSN merespon dengan berfluktuasi terhadap shock yang ditimbulkan oleh variabel yang ada dalam sistem VAR. Lamanya SBSN untuk kembali pada kondisi equilibrium setelah menerima shock yang diakibatkan oleh variabel yang ada dalam sistem VAR bervariasi, yakni ada yang 30 sampai 40 bulan.
Pada periode pertama diketahui bahwa variabel SBSN dijelaskan oleh variabel SBSN itu sendiri sebesar 61,74%, JUB 20,56%, Obligasi 15,1%, dan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang nilainya tidak lebih dari 3%. Sementara itu, pada akhir periode, variabel yang punya pengaruh dominan terhadap variabel SBSN berturut – turut yaitu SBSN itu sendiri yaitu sebesar 28,13%, DPK Perbankan Syariah yaitu 22,89%, JUB yaitu sebesar 14,43%, Pendapatan Perkapita yaitu 11,04%, Obligasi yaitu 10,79%, Inflasi yaitu 7,47%, PDB sebesar 3,79, dan CCR yaitu sebesar 1,46%
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, Muhammad Aliyyudin menyarankan agar penelitian selanjutnya diharapkan untuk memasukan variabel yang lebih banyak seperti misalnya variabel kurs, ekspor – impor. Selain itu, metode analisis data panel dengan memasukan data dari negara lain juga patut untuk dicoba agar dapat membandingkan kinerja sukuk negara di Indonesia dengan di negara lain.